Agama dan Masyarakat
Kehidupan bermasyarakat di Indonesia didasari atas norma-norma yang mengatur kehidupan masyarakat itu sendiri baik norma sosial, norma adat dan norma agama, kali ini penulis akan membahas mengenai kaitan antara agama dan masyarakat. Kaitan agama dengan msyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi sejarah figure nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan relegi dan sila Ketuhanan yang Maha Esa sampai pada pengalaman agamanya para tasauf. Membicarakan peranan agama dalam kehidupan sosial menyangkut dua hal yang sudah tentu hubungannya erat memiliki asperk-aspek yang terpelihara, yaitu pengaruh cita-cita agama dan etika agama dalam kehidupan individu dari kelas sosial dan grup sosial, persorangan dan kolektivitas dan mencakup kebiasaan dan cara semua unsur asing agama diwarnainya dan yang lainnya menyangkut organisasi dan fungsi dari lembaga agama sehingga agama dan masyarakat itu berwujud kolektivitas ekspresi nilai-nilai kemanusiaan. Dalam proses sosial hubungan nilai dan tujuan masyarakat relatif harus stabil dalam setiap momen, bila terjadi perubahan dan pergantian bentuk sosial serta cultural hancurnya bentuk sosial dan cultural lama, masyarakat dipengaruhi olah berbagai perubahan sosial. Setiap kelompok berbeda dalam kepekaan agama tentang makna dan masing-masing kelompok akan menafsirkan sesuai dengan kondisi yang dihadapinya, demkian pula berbeda tingkatan merasakan “titik kritis” dalam ketidak pastian, ketidak budayaan dan kelangkaan untuk masing-masing kelompok. Fungsi Agama Untuk mendiskusiakan fungsi agama dalam masyarakat ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari yaitu kebudayaan, system sosial dan kepirbadian, ketiga aspek tersebut merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia, sehinggan timbul pertanyaan sejauh mana fungsi lembaga agama dalam memelihara system, apakah lembaga agama terhadapa kebudayaan sebagai suatu system dan sejauh manakah agama dalam mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan fungsinya. Pertanyaan itu timbul sebab sejka dulu sampai saat ini agama itu masih ada dan mempunyai fungsi bahkan memerankan sejumlah fungsi. Manusia yang berbudaya menganut berbagai nilai, gagasan dan orientasi yang terpola mempengaruhi prilaku, bertindak dalam konteks terlembaga dalam lembaga situasi dimana peranan dipaksakan oleh sanksi positif dan negatif penolakan penampilannya tetapi yang bertindak berpikir dan merasakan individu. Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai yang bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi-sanksi sakral, dalam setiap masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi dan supramanusiawi dan ukhrowi. Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu dimana agama menciptakan suatu ikatan bersama baik di antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Fungsi agam sebagai sosialisasi individu ialah individu pada saat dia tumbuh menjadi dewasa memerlukan suatu system nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk mengarahkan aktivitasnya dalam masyarakat dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadian. Masalah fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen agama dimnesi komitmen agama menurut Roland Robertson (1984) diklsifikasikan berupa keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan dan konsekuensi: 1. Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religious akan menganut pandangan teologis tertentu bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran agama. 2. Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata, ini menyakut pertama ritual yaitu berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan perbuatan religious formal dan perbuatan mulia, kedua berbakti tidak bersifat formal dan tidak bersifat publikserta relatif spontan. 3. Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi mampu berhubungan meskipun singkat dengan suatu perantara yang supernatural. 4. Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci dan tradisi-tradisi kegamaan mereka. 5. Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadi. Harwantiyoko, Katuuk Neltje F., MKDU Ilmu Sosial Dasar, Gunadarma , Jakarta http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/08/pengertian-agama.html http://organisasi.org/pengertian-masyarakat-unsur-dan-kriteria-masyarakat-dalam-kehidupan-sosial-antar-manusia